Terima kasih kepada seluruh masyarakat Kabupaten Padang Pariaman atas partisipasinya dalam Pemilihan Serentak 2024

Headline

#Trending

Informasi

Opini

Menjadi Pemilih Pemula Cerdas

ERIK EKSRADA Divisi Sosdiklih KPU Kab. Padang Pariaman   Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintah Negara yang dari rakyat, dijalankan sesuai kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. karena Pemerintah tidak bisa bertindak apapun mengenai negara tanpa persetujuan rakyat. Oleh sebab itu ada DPR Dan MPR yang didesain untuk mewakili rakyat. Salah satu basis Pemilih dalam Pemilu adalah Pemilih Pemula, yakni mereka yang berusia 17-21 tahun. Kebanyakan basis ini berstatus sebagai pelajar SMA, MA dan Ponpes dan Mahasiswa. Secara umum Pemilih pemula belum memiliki pandangan politik yang Konstan, dimana pandangan politiknya masih dipengaruhi pandangan politik orang tua, lingkungan,informasi dari media social. Meski merekapun ikut dalam perbincangan politik bersama teman seumurannya, namun secara keseluruhan, pandangan politik mereka sangat dipengaruhi oleh factor Ekternal dan internal. pandangan politik Pemilih Pemula belum murni buah gagasan mereka secara personal, semuanya mengalir begitu saja tanpa banyak berpikir tentang dampak pilihannya. Namun demikian jika disigi dari aspek psikologi remaja, maka Pemilih Pemula merupakan pemilih yang bisa diarahkan menjadi pemilih Rasional. Pendidikan politik bagi Pemilih Pemula merupakan agenda yang sangat penting, karena proses Demokratisasi memerlukan keterdidikan Pemilih. Pemilih yang terdidik secara politik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sehingga ia bisa mandiri ikut berpartisipasi secara langsung dan tidak langsung. Pemilih Pemula perlu diingatkan, bahwa mereka memiliki hak secara langsung untuk memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nurani tanpa perantara atau dorongan dari manapun. Pilihan mereka sangat menentukan dalam mewujudkan masa depan mereka yang lebih cerah. Menjadi pemilih Pemula yang cerdas dalam menghadapi pemilu 2024 ada 2 srategi yang harus dipahami yakni secara internal dan eksternal Lalu, apa strategi yang dilakukan Oleh Pemilih Pemula menjadi Pemilih cerdas secara internal dan ekternal dalam Pemilu 2024 nanti ?, pertama, Telusuri rekam jejak, visi misi, dan program kerjanya Pemilih yang cerdas tentu perlu teliti dan cermat dalam menentukan hak pilihnya kepada kandidat yang berkompetisi. Jadilah pemilih yang rajin menelusuri informasi rekam jejak calon pilihannya, mulai dari latar belakang, pendidikan, keluarga, aktivitas sosial dalam lingkungannya, apa saja karyanya, dan kerja yang sudah dilakukan untuk orang banyak. Kemudian, perhatikan visi misi yang dibuat, apakah sudah relevan dan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat atau belum.Tak kalah penting, pilihlah calon pemimpin yang memiliki program kerja yang terukur dan tentunya realistis untuk dijalankan. Bukan program kerja yang dibuat hanya untuk menarik simpati publik. Calon yang baik biasanya tahu persis permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan menawarkan sebuah solusi untuk mengatasinya. Kedua Lawan Money Politik, Salah satu yang akan kita temui di tengah perhelatan pesta demokrasi adalah bertebarannya money politic. Anehnya, fenomena ini menjadi sesuatu yang lazim di masyarakat. Pemilih yang cerdas tidak akan pernah tergoda untuk menerima tawaran pemberian sejumlah uang. Money politic adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan pelecehan terhadap masyarakat sebagai pemilih. Ketiga,Jadilah pemilih yang berdaulat tanpa ada intervensi politik oleh siapapun dan dalam bentuk apapun. Jagalah independensi pilihan politik sebagai pemilih untuk benar-benar memilih putra-putri terbaik bangsa yang layak untuk duduk di parlemen dan memimpin negeri tercinta Indonesia.     Aktif mengikuti perkembangan informasi soal Pemilu 2024 melalui media sosial resmi  milik KPU,Sebagai generasi yang melek teknologi, kita memang banyak mencari informasi mengenai Pemilu 2024 lewat media sosial, Tapi kita tetap harus berhati-hati dan pastikan kita selalu mendapat informasi dari sumber yang terpercaya biar tidak terkena hoax atau berita bohong yang mungkin banget tersebar saat Pemilu, Masing-masing Satker KPU Diprovinsi Maupun KPU DiKabupaten/Kota Memiliki Akun Resmi Media Sosial,, Follow dan ikut Akun Meia sosialnya agar mendapati Informasi terbaru tekait dengan kegiatan kepemiliuan dan Mendapatkan berita terupdeat tenatang info penting tentang pemilu 2024 Keempat,Ajak orang-orang sekitar untuk menggunakan hak suaranya alias jangan golput Tips terakhir yang tidak kalah penting adalah kita dapat turut serta mensukseskan Pemilu 2024 dengan cara sederhana yaitu ikut memberikan informasi seputar pemilu 2024 dari sumber yang terpercaya dan mengajak orang-orang disekitar kita untuk menggunakan hak suaranya alias tidak golput. Soalnya, golput itu tidak keren banget.  Sayangkan, padahal kita bisa ikut berkontribusi untuk kemajuan Indonesia 5 tahun mendatang. Kelima,Pemerintah harus menyediakan Fasilitas yang dapat mendukung kegiatan pemilih pemula dalam pendidikan politik dan merangsang untuk berpartisipasi aktif untuk menjadi pemilih pemula yang cerdas. keenam Harus ada penyajian iklan Dimedia dengan Tema “Generasi Pemilih Cerdas dalam pemilu” di dalam media yang dapat diakses oleh oleh pemilih pemula. Dan jangan sampai menggunakan bahasa yang mempersulit pemilih pemula dalam memahaminya. Selanjutnya komitmen yang kuat dari penyelenggara yaitu KPU dan Bawaslu  melakukan edukasi yang memberikan Gambaran dan arahan kepada Pemilih Pemula tenatng Pentingnya pemlu dan Pentingya memberikan Hak suara Pada Pelaksanaan Pemilu atau Pilkada. Ketujuh, membuatan kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan pemilih secara langsung Kepada Pemilih Pemula secara Kontiniu seperti yang telah dilaksanakan KPU Padang Pariaman dengan membentuk Duta Demokrasi ditingkat Sekolah menengah/sederajat, Duta demokrasi didesain sebagai agen Demokrasi dilingkungan sekolah dan lingkungan sekitarnya dengan untuk memberikan pencerahan dengan harapan duta demokrasi ini juga sebagai motor Melakukan pemilos (Pemilihan Ketua Osis) sebagai mana yang diterapkan dalam Pemilu atau Pemilihan yang sebenarnya, pemilos ini juga Merupakan sarana Penerepan  Pratek demokrasi dan Pemilu dilingkungan sekolah dan sebagai edukasi Politik Secara Langsung dikalangan Pemilih Pemula ini, disamping itu membuat kegiatan keatifitas berupa vidio Vlog sebagai saran tempat menyalurkan ide pikiran dan pemahaman tentang kepemiluan, melalukan  kegiatan Traning of taning (TOT) dikalangan Pelajar tingkat SMA/Sederajat, Melakukan Pertemuan dengan Kelompok Kepemudaan/Mahasiswa. Dengan demikian, cerdas dalam memilih menjadi aspek penting yang wajib dimiliki oleh setiap Pemilih Pemula, demokrasi diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran politik sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Indonesia ke depannya ditentukan oleh pilihan politik pemilih yang objektif dan mengedepankan rasionalitas. Pilihlah kandidat yang terbaik yang dapat memperjuangkan hak-hak masyarakat dan berani berbicara dalam kebenaran. Pemilih yang cerdas menghasilkan pemimpin yang jujur, cerdas, adil, dan mampu menjaga amanah. Semakin tinggi kualitas Pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat maupun pemimpin di lingkup eksekutif. pemilih pemula yang cerdas secara internal harus didukung oleh pihak keluarga yang memberikan pemahaman akan pentingnya dalam memberikan hak suaranya dalam demokrasi lokal dan nasional. Pendidkan Pemilih dan sosialisasi bukan hanya tugas dari Penyelengaran Pemilu akan tetapi adil Pemerintah dan Lingkungan Sekolah juga sangan penting, agar Pemahaman dari pentingnya pemilu dan demokrasi dan akan pentingya hak suara dalam Perpolitikan  ini bisa tesampaiakan secara masif kepada pemilih Pemula,ditambah dengan pendidikan politik kepada pemilih pemula dan juga harus didukung oleh sosialisasi partai politik dalam mengusung calon kepala daerahnya, serta peran Media juga sangat dibutuhkan dalam penyampaiakan Pesan dan edukatifi lewat media cetak,elektronik dan online. melalui pendidikan politik secara dini pada pemilih pemula, sehingga bisa meningkatkan mutu atau kualitas dan cerdas pada pemilih pemula dalam dunia politik.    

Pemilu 2024 Dengan Desain Damai

Oleh : Ory Sativa Sakban, S.Pd.I Saya kira kita sepakat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen, bukan homogen. Akhir-akhir ini kita merasa seolah kita ini homogen, sehingga ketika ada perbedaan sedikit saja, kita langsung ribut, saling hujat dan marah-marah. Padahal faktanya kita heterogen, kita punya ajaran kebangsaan yang bernama ‘Bhinneka Tunggal Ika’, dimana perbedaan itu adalah fitrah. Kekuatan kita sebagai anak bangsa bahwa kita ini adalah satu bangsa Indonesia, dan nilai luhur sekaligus kekuatan kita adalah penghargaan terhadap perbedaan itu. Keyakinan atas keheterogenan itu, menjadikan perbedaan pandangan dan pilihan dalam pemilu dan pemilihan sebagai suatu kewajaran, sehingga konflik sebenarnya adalah hal yang wajar dalam pemilu dan pemilihan. Namanya juga rebutan kursi, bahkan musawarah mufakat saja bisa dibilang konflik, adu gagasan dan pemikiran itu adalah konflik untuk menuju mufakat. Pemilu adalah konflik yang sah dan legal untuk memperebutkan dan/atau mempertahankan kekuasaan. Pemilu itu sendiri adalah konflik, dan perbedaan pilihan adalah sah. Maka komitmen kita sebagai anak bangsa adalah menjaga agar konflik tersebut tidak melebar dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal. Yang harus jadi catatan adalah, karena kita heterogen, perbedaan itu adalah suatu yang sunnatullah dan pemilu pasti ada konfliknya, maka disana kanalisasinya harus ada dan berfungsi dengan baik. Disanalah peran Bawaslu, DKPP, Kepolisian, TNI, Kejaksaan dan MK. Dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, perlu komitmen yang tinggi dari berbagai pihak untuk mematuhi aturan yang sudah dibuat oleh Pemerintah dan DPR terkait dengan pemilu. Undang-undang Pemilu sudah mengatur semua, mempersiapkan lembaganya dengan detail sebagai instrumen kanalisasi terhadap konflik yang melampaui batas, yaitu terhadap pihak yang sudah menggunakan kekerasan baik fisik maupun verbal selama kampanye. Seperti money politik, fitnah, hoak, ujaran kebencian, mempersoalkan lambang negara, politik identitas, politisasi agama yang berujung kepada hate speech dan bulliying dan sebagainya, itu semua adalah kekerasan verbal. Semuanya tidak akan terjadi jika seluruh pihak berkomitmen atas keheterogenan kita dan memahami substansi berpemilu-pilkada. Semua pihak harus berkomitmen menjalankan norma hukum pemilu dengan baik. Hukum Pemilu kita sudah mengatur semua, dari aspek substantif  dan struktural hukum misalnya, semua nilai luhur berdemokrasi sudah ditata dan semuanya sudah dilembagakan dan sudah ada yang menjalankan. Tinggal kita bersama membangun kultur hukum yang baik, budaya patuh terhadap hukum, taat hukum dan disiplin menjalankan hukum yang berlaku. Kultur hukum yang baik memerlukan komitmen bersama untuk membangunnya. Dengan demikian, sistem pemilu yang sudah didesain dengan baik, dapat membangun kultur kehidupan berdemokrasi yang baik dan sebaliknya kultur yang sehat juga dapat membangun sistem pemilu yang baik pula ke depannya. Titik poinnya adalah, Pemilu dan Pemilihan 2024 adalah ujian atas konsistensi dan komitmen kebangsaan kita. Tentu kita semua yang akan menentukan, pilihannya adalah, apakah kita akan memilih kultur demokrasi yang beradab dan berperadaban atau sebaliknya. Kata kuncinya adalah, bahwa semua yang kita lakukan hanyalah ikhtiar, dan yang dituju dari ikhtiar itu adalah implementasi dari sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Suka atau tidak suka, electoral engginering (desain sitem pemilu) kita sebenarnya sudah mengatur pemilu dan pemilihan itu harus berjalan damai. Pemilu dan pemilihan kita tidak didesain brutal dan terlalu bebas, sebaliknya didesain damai. Seperti kita ketahui pada Pemilu 2019, partai politik bertarung untuk memperebutan kursi legislatif, namun tidak bisa ‘cakar-cakaran hebat’ dengan partai politik lainnya, karena disaat bersamaan, mereka sedang berkoalisi dan berkepentingan untuk memenangkan Pemilihan Presiden dan Waki Presiden. Pemilu dan Pemilihan 2024 lebih asyik lagi, karena di tahun yang sama dan bahkan sangat berdekatan, meski berbeda koalisi pada saat Pemilihan Presiden dan Waki Presiden dan tarung rebutan kursi legislatif, namun partai politik harus berangkulan lagi untuk kepentingan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Artinya tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, dan yang abadi hanyalah kepentingan. Namun yang terpenting adalah, membangun kesadaran bersama dan mengedukasi masyarakat akan hal tersebut, sehingga polarisasi berkepanjangan pasca elektoral tidak terjadi. Titik tekannya adalah, bahwa semuanya hanya masalah legitimasi kekuasaan, dan tujuannya adalah rakyat, tidak boleh tidak, dan partai politik adalah salah satu pilar terpenting dalam mewujudkan kultur demokrasi indonesia yang baik dan bermartabat.(*)

Pemilu 2024: Melawan Oligarki?

oleh : ZULNAIDI Ketua KPU Kabupaten Padang Pariaman Robert Michels seorang sosiolog Itali kelahiran Jerman, awal abad 20-an mengemukakan sebuah teori tentang demokrasi yang menyebutkan bahwa, seperti semua organisasi besar lainnya, organisasi (negara/kekuasaan) cenderung berubah menjadi oligarki. Dan dalam catatan sejarah, oligarki sering berubah menjadi tirani. Oligarki berasal dari bahasa Yunani: oligos yang berarti sedikit dan arkho yang berarti memerintah. Oligarki merupakan bentuk kekuasaan yang berada ditangan segelintir orang yang mungkin saja mereka punya kesamaan latar dan kepentingan namun hampir bisa dipastikan mereka menyatu dengan tujuan mendominasi kekuasaan dan bahkan mengkapitalisasi untuk kepentingan kelompok mereka. Dalam praktiknya, motif oligarki berhubungan penguasaan sumberdaya dan mengakumulasikan secara dominan dalam kelompok kecil. Dalam konteks negara, kekuasaan yang oligarkis hampir dipastikan menggunakan sumberdaya materi pada tahap awal kemudian mengkooptasi seluruh sumberdaya negara dan lembaga yang ada untuk tujuan dominasi dan eksploitasi. Lalu apa kaitannya dengan pemilu? Sebelum kita menjawabnya, perlu kita melihat sekilas bahwa negara Indonesia menggunakan sistem Demokrasi dalam praktik bernegaranya. Ada beberapa prinsip pokok yang musti dijalankan agar suatu negara layak disebut negara Demokrasi diantaranya: prinsip setiap orang dijamin kesamaan hak untuk memilih pemimpin atau menjadi pemimpin; tersedianya pemilu yang bebas dan jujur untuk menjalan hak tersebut; dan hukum menjadi panglima dimana setiap orang equal dihadapan hukum. Praktik oligarkis secara teori dan praksis pasti bertentangan dengan prinsip Demokrasi diatas terkhusus jika kita tinjau dari aspek pemilu. Pemilu demokratis mensyaratkan kebebasan, jujur dan adil sedangkan, oligarki menggunakan seluruh sumber daya mereka terutama sumberdaya materi (baca: uang) sebagai alat intervensi dan manipulasi dengan tujuan untuk memastikan kekuasaan yang dihasilkan pemilu bisa mereka kuasai. Penggunaan uang dalam kontestasi pemilu terutama dalam termis money politics adalah keniscayaan bagi mereka. Hal ini bukan hanya mendistorsi prinsip bebas dalam pemilu tapi juga merusak basis tegaknya prinsip jujur dan adil. Setiap pemilih yang memilih karena motif uang barang atau janji kompensasi materi, mereka bukan hanya dicabut dari akar legitimasi yang mereka miliki tapi juga mengkorupsi nalar/akal sehat mereka. Pemilih yang dipaksa oleh kuasa materi saat memilih adalah pemilih yang tidak jujur pada tujuan pemilu, tidak bebas dalam memaksimalkan ikhtiar, tidak fair dan pasti tidak berintegritas. Terjadi distorsi sehingga tujuan pemilu untuk melahirkan kekuasaan legitimasi tidak mungkin sepenuhnya terwujud dan sudah bisa dipastikan berdampak pada sistem pemerintahan yang seharusnya berorientasi pada cita-cita proklamasi dan Pembukaan UUD 1945. Money politics bukan hanya bertentangan dengan teori Demokrasi dan prinsip pemilu yang berkualitas, ia juga merupakan kejahatan (ex.Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang No. 7 Tahun 2017) sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. Implikasi lanjutnya kejahatan ini mungkin makin membesar menjadi kejahatan korupsi dan sebagainya. Kita wajar berharap pada konstitusi untuk melawan oligarki meskipun sejarah bangsa membuktikan konstitusi bisa saja dikangkangi. Kita pernah berharap pada elit bangsa meskipun kadang mereka bisa saja tak berdaya atau terperdaya. Namun kita perlu agak serius berharap pada rakyat pemilih agar menjadi gelombang massif melawan oligarki terutama melalui pemilu 2024. Ini sejalan dengan pandangan Olle Tornquist, ilmuwan politik Universitas Oslo yang mensinyalir perubahan fundamental-politik (melawan oligarkis) hanya mungkin jika melibatkan popular (masyarakat), bukan berharap pada elit. Namun hampir saja harapan ini bagai menggantang asap, bagaimana tidak? Dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada kita selalu berteriak lawan money politics, namun kelihatannya bukan makin berkurang malah makin menjadi dan merembet sampai ketingkat desa/nagari. Hal ini tidak terlepas dari peran pendidikan politik yang terindikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya (lihat UU Parpol) , pendidikan pemilih lebih soal aspek teknis pemilu saja dan begitu juga sosialisasi dan publikasi yang lemah sekali orientasinya untuk pencerdasan politik masyarakat. Menyongsong Pemilu 2024, kita musti serius menggarap isu ini yakni menggunakan instrumen pendidikan politik pemilih dan publikasi media massa untuk membangun kecerdasan politik warga sebagai prasyarat perubahan. Pemilih yang bebas jujur dan adil merupakan ejawantah dari integritas (moral). Sedangkan integritas hanya akan mewujud jika proses internalisasi nilai Pancasila dan cinta negara/bangsa benar-benar tertancap kokoh disanubari rakyat/pemilih terutama dengan landasan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Moga! Opini ini telah diterbitkan koran Padang Ekspres, Jum'at 10 Juni 2022

Partisipasi Pemilih Tanggung Jawab Siapa

Ditulis Oleh Zulnaidi, SH ketua KPU Padang Pariaman Pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dalam memastikan partisipasi pemilih dalam setiap agenda elektoral di negara ini, menjadi pertanyaan yang selalu berulang dari satu momentum ke momentum lain ketika agenda Pemilu (Pemilihan Umum) dan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dilaksanakan. Jika kita lacak dasar normatif tentang konsep partisipasi pemilih, baik dari aspek terminologis sampai dengan aspek sukyektif, sebenarnya tidak ada satu normapun yang secara tegas menyebutkan tentang siapa yang bertanggung jawab secara tunggal terhadap capaian partisipasi pemilih dalam setiap agenda elektoral. Namun, seolah-olah ia menjadi tanggung jawab penyelenggara Pemilu (termasuk Pilkada) saja, karena lembaga inilah secara intens dalam kurun waktu tertentu bertugas/berperan dalam tahap demi tahap penyelenggaraan Pemilu. Untuk melacak alur argumen tentang partisipasi ini dengan pendekatan induktif-normatif, kita bisa menemukan klausulnya dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) tentang kampanye (Nomor 4 Tahun 2017) – terkait Pilkada, Pasal 4 (3) yang menyebutkan: ”…pendidikan politik dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih”. Meskipun klausul ini belum menjawab pertanyaan awal, namun memberikan kita kata kunci bahwa partisipasi pemilih punya hubungan sebab-akibat dengan pendidikan politik. Pendidikan politik merupakan konsep yang lazim dalam kajian negara demokrasi. Ia menjadi prasyarat untuk tumbuh berkembangnya kehidupan bernegara yang sehat, dinamis dan demokratis. Karena itu, terma ini dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Terutama peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan politik. Dalam UU Parpol (Partai Politik) Nomor 2 Tahun 2008 (diubah UU Nomor 2 Tahun 2011) Pasal 1 Angka 4, secara limitatif menyebutkan bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, dengan argumen sederhana jika kita gabungkan klausul yang dimuat PKPU dan UU di atas, maka partisipasi pemilih adalah buah dari pendidikan politik. Jika argumen ini benar, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah: Siapakah yang bertanggung jawab dalam pendidikan politik? UU Parpol secara gambling menjawab bahwa yang bertanggung jawab adalah partai politik: “Parpol wajib memuat perihal pendidikan politik dalam AD/ART-nya (Pasal 2 (4) huruf h)”, kewajiban ini berkaitan dengan peran penting Parpol sebagai sarana pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban warga Negara (Pasal 11 (1) huruf a). Bahkan, lebih tegas lagi Pasal 13 huruf e menyebutkan bahwa Parpol berkewajiban melakukan pendidikan politik. Hal mana tujuan pendidikan politik itu sendiri salah satunya untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif politik (baca: Pemilu) (lihat Pasal 31). Lalu, bagaimana cara atau metode apa yang bisa dipilih oleh Parpol untuk menjalankan kewajibannya ini? Jika kita tilik dari UU Pilkada (terakhir diubah menjadu UU Nomor 6 Tahun 2020), pendidikan politik termanifestasi dalam bentuk kegiatan kampanye (pasal 63 (1)), meskipun bentuk pendidikan politik itu sendiri banyak pilihan (lihat Pasal 131). Kampanye sebagai wujud pendidikan politik dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih (Pasal 4 PKPU) tentu saja dengan cara memberikan informasi yang benar, seimbang dang bertanggung jawab kepada warga Negara. Apakah Hanya Tanggung Jawab Parpol Saja? Ternyata tidak! amanah yuridis tentang partisipasi pemilih  juga menjadi tanggung jawab pemerintah (baca: Pemda). Sebagaimana secara khusus dalam UU Pilkada menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya (Pasal 133 A). Ya! Pemda ternyata punya tanggung jawab terkait partisipasi pemilih dalam Pilkada. Lalu di mana peran penyelenggara Pemilu/Pilkada, kenapa KPU selalu menetapkan target partispasi pemilih (contoh: target 77.5 % partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020)? Jika pendidikan politik kita posisikan sebagai rumah besar, maka di dalamnya ada bagian/ruang yang disebut pendidikan pemilih, sebuah ruang yang berkaitan dengan konteks waktu atau momentum tahapan Pemilu/Pilkada – di sinilah peran penyelenggara itu dimainkan. Dalam PKPU 10 Tahun 2018 (terkait partisipasi masyarakat dalam Pemilu) Pasal 1 Poin 25 disebutkan bahwa pendidikan pemilih adalah proses penyampaian informasi kepada pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran pemilih tentang Pemilu. Pendidikan pemilih itu sendiri bisa berupa mobilisasi massa yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi pemilih (Pasal 1 Angka 26). Cakupan kegiatan pendidikan pemilih ini sangatlah luas, meliputi kegiatan menyebarkan informasi (tahapan, program dan jadwal Pemilu); meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat (hak dan kewajiban dalam Pemilu); ataupun kegiatan yang bertujuan meningkatkan partisipasi pemilih. Namun perlu diingat, bahwa pendidikan pemilih ternyata tidak hanya menjadi monopoli penyelenggara Pemilu saja karena efektifitas capaian akan rendah jika tidak ada keterlibatan seluruh unsure yang ada dalam masyarakat. Karena itu, secara normatif Negara memberikan ruang seluas-luasnya bagi setiap warga negara, organisasi, kelompok masyarakat, pers dan lembaga pendidikan untuk mengambil peran dalam kegiatan pendidikan pemilih ini. Namun, tentu saja harus tunduk pada prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu yang jurdil (jujur adil), transparan dan independen. Sekali lagi, pendidikan pemilih bersifat spesifik dan berbeda dengan pendidikan politik. Dalam nomenklatur pendidikan pemilih tidak dikenal terma kampanye, melainkan yang ada hanya terma sosialisasi/publikasi. Tentunya, kegiatan tersebut mengharapkan peran serta/pelibatan unsur pemerintah dan non-pemerintah. Sedangkan dalam kampanye, dibatasi pihak yang bisa dilibatkan. Bahkan, keterlibatan pemerintah merupakan kewajiban (Pasal 35, PKPU 18/2018) terutama untuk memberikan bantuan dan fasilitas dalam pelaksanaan sosialisasi pemilih, agar keterlibatan masyarakat dalam Pemilu bisa maksimal. Pada akhirnya, kita sampai pada satu pemahaman bahwa kerja demokrasi terutama terkait momentum elektoral membutuhkan kerja keras semua pihak dalam porsi masing-masing secara maksimal. Ketimpangan dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab bisa dipastikan berimbas pada kesadaran politik warga/pemilih dan pada akhirnya seideal apapun target partisipasi pemilih yang ditetapkan tidak akan pernah jadi kenyataan. Mari saling menguatkan!  Opini ini juga telah diterbitkan Oleh media online Datiak.com (link : https://www.datiak.com/partisipasi-pemilih-tanggung-jawab-siapa/ ) 23 september 2020  

Partisipasi Pemilih di Pemilu 2024, Penentu Arah Kebijakan.

Erik Eksrada Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM KPU Padang Pariaman Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara nasional telah meluncurkan tanggal pelaksanaan Pemilu Serentak beberapa saat yang lalu. Tentunya setelah peluncuran tersebut pertanda pelaksanaan pemilu serentak akan segera dimulai. KPU menerbitkan Keputusan nomor 21 tahun 2022 tentang hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Presiden dan wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Kabupaten/Kota serentak 2024, tepat pada hari Rabu 14 Februari 2024. Seperti yang kita kitahui bersama dalam penetapan tanggal pelaksanaan pemungutan suara itu. Semuanya melalui proses pertimbangan yang matang, antara KPU, Bawaslu, DKPP Komisi II DPR RI dan Pemerintah, selain untuk menghormati pelaksanaan bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri yang jatuh pada Maret dan April 2024, sehingga menjadi pertimbangan utama, untuk tidak melaksanakan Pemilu di bulan mulia tersebut. KPU juga mengantisipasi tahapan yang beririsan antara Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Selain untuk memberikan ruang bagi peserta pemilu mengajukan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi(MK). Terkini KPU bersiap menuntaskan regulasi mengenai tahapan, pendaftaran peserta pemilu, penataan dapil, pencalonan, daftar pemilih dan semua program tahapan lainnya Dalam menghadapi Pemilu serentak 2024 pasca peluncuran ini, berkisaran 24 Bulan lagi pemungutan suara akan dilakukan, tentunya KPU Kab/kota bersiap melakukan Persiapan dan strategi masing-masing, seperti halnya KPU Padang Pariaman. setidaknya ada beberapa hal yang dilakukan dalam menghadapi Pemilu serentak tahun 2024 diantaranya sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk meningkatkan Partisipasi dan animo Masyarakat dalam mensuksekan Pemilu serentak 2024, Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan, penguatan jaringan komunikasi dan informatika juga media social, serta mempersiapkan sumber daya manusia. Srategi dan Edukasi Demi meningkatkan Kesadaran Politik dan Pemahaman Masayarakat terhadap Pemilu dan demokrasi. KPU Padang Pariaman melakukan Kerjasama dengan berbagi Pihak diantaranya dengan Dinas Sosial dan Koordinator Program Keluaraga Harapan (PKH) Kabupaten Padang Pariaman, dalam melakukan Pendidikan berbasis pemilih perempuan dan pemilih muda. Selanjutnya KPU Padang Pariaman juga melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi, dan Kemenag Kabupaten Padang pariaman, dengan target pendidikan berbasis Pemilih Pemula khususnya ditingkat Pelajar SMA/SMK/MA/dan santri di Pondok Pesantren yang ada Di Padang Pariaman. KPU Padang Pariaman telah meluncurkan program Duta Demokrasi  dengan meminta 2 delegasi dari seluruh Sekolah SMA/SMK/MA/dan Pondok Pesantren yang ada Di Padang Pariaman. target kegiatan ini KPU Padang Pariaman Mempunyai perpanjangan Tangan dalam melakukan Pendidikan Pemilih dan Sosialisasi di lingkungan Sekolah, Madrasah dan Pondok pesantren, Serta menginisiasi pelaksanaan pemilihan ketua OSIS/OSIP dan OSIM dengan model pemilu yang sebenarnya. nantinya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran politik dan demokrasi pelajar serta Partisipasi dalam Pemilu serentak 2024 natinya. Dengan adanya Duta Demokrasi ini keikutsertaan pelajar dalam pemilu 2024, kita mengharapkan berdampak Positif  terhadap pada antusias dari pelajar yang akan ikut serta dalam pemilu itu sendiri. Ini juga merupakan sebuah bentuk pengaplikasian dari pembelajaran kewarganegaraan yang ada dalam kurikulum pendidikan itu sendiri,  memberi penyuluhan untuk ketentuan dan juga pemahaman pelajar yang lebih mendalam tentang pemilu 2024, peran pelajar tidak hanya sekedar menjadi pemilih, namun mereka mampu mengkritisi mengenai pemilu itu sendiri, yang berarti pemahaman mereka tidak hanya sekedar untuk memilih namun mereka memiliki pemahaman lebih khusus mengenai pemilu 2024. Hakikat Partisipasi Masyarakat Kita menyadari bahwasanya untuk meningkatkan pemahaman Masyarakat terhadap kepemiluan dan demokrasi tersebut Butuh Kerjasama dari berbagai stackholder Kerana membangun kesadaran serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pemilihan. Hal ini sejalan dengan misi KPU yakni ,meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam Pemilu. Selama ini kegiatan partisipasi masyarakat masih dipahami sebagai upaya mobilitas masyarakat untuk kepentingan pemerintah atau negara. Padahal sebenarnya partisipasi idealnya masyarakat ikut serta dalam menentukan kebijakan Pemerintah yang merupakan bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, public policy. Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara pada Pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya (Budiardjo, 2009). Partisipasi Politik akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabil, seringkali ada hambatan partisipasi politik ketika stabilitas politik belum bisa diwujudkan, karenanya penting kiranya para pemegang kekuasaan untuk melakukan proses stabilitas politik. Meningkatnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, sudah pasti menunjukkan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Dalam berdemokrasi keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang dilakukan negara adalah sebuah keniscayaan. Rakyat menjadi faktor yang sangat penting dalam tatanan demokrasi. Upaya KPU padang Pariaman Gencar melaksanakan pendidikan pemilih Dikalangan Pemilih Pemula dan Pemilih Muda melalui Kegiatan Duta Demokrasi, adalah untuk menjawab rekomendasi revolt Instiutte terkait dengan riset terhadap ketidakhadiran pemilih dalam pilkada serentak tahun 2020, dimana 31,86 % pemilih yang tidak menggunakan hak pilih adalah rentang usia 17-25 tahun, agar pada pemilu serentak tahun 2024, peristiwa serupa tidak terulang lagi minimal angkanya berkurang signifikan. Artikel Opini Ini Juga Telah diterbitkan Oleh Koran Harian Padang Ekspres (Selasa 22 Maret 2022) dan Media Online Datiak.com Link ( https://www.datiak.com/partisipasi-pemilih-di-pemilu-2024-penentu-arah/ )

Publikasi